Transportasi Publik Jakarta Terus Berkembang Menuju Sistem Terintegrasi Modern

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:31:59 WIB
Transportasi Publik Jakarta Terus Berkembang Menuju Sistem Terintegrasi Modern

JAKARTA - Perkembangan Jakarta sebagai kota metropolitan mendorong kebutuhan mobilitas yang semakin kompleks. 

Pertumbuhan penduduk, aktivitas ekonomi, dan pergerakan harian warga membuat transportasi publik menjadi isu krusial yang terus mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.

Di tengah kemacetan yang kian padat dan jumlah kendaraan pribadi yang terus meningkat, harapan publik terhadap layanan transportasi massal yang terjangkau dan terintegrasi semakin menguat. Kondisi ini mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperluas layanan sekaligus memperbaiki sistem transportasi publik secara menyeluruh.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menyebutkan bahwa tingkat penggunaan transportasi umum di Ibu Kota masih tergolong rendah. Dari sekitar 20,2 juta perjalanan per hari, baru 22,19 persen warga Jakarta yang memanfaatkan angkutan umum.

Ia juga menyoroti ketimpangan antara pertumbuhan kendaraan bermotor dan penambahan infrastruktur jalan. Berdasarkan data Polda Metro Jaya, kendaraan tumbuh sekitar 2,7 persen per tahun, sementara penambahan ruas jalan hanya 0,01 persen.

Tekanan Mobilitas dan Tantangan Perkotaan

Ketidakseimbangan tersebut menjadi salah satu penyebab utama memburuknya kemacetan di Jakarta. Tekanan mobilitas harian kian tinggi, sementara kapasitas jalan dan ruang kota sangat terbatas.

Situasi ini menegaskan pentingnya peran transportasi publik sebagai solusi jangka panjang. Pemerintah daerah menyadari bahwa tanpa peralihan signifikan ke angkutan massal, kemacetan akan semakin sulit dikendalikan.

Oleh karena itu, peningkatan kualitas layanan dan perluasan jangkauan transportasi publik menjadi agenda utama. Upaya ini diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Subsidi Besar Demi Tarif Terjangkau

Keberlanjutan subsidi transportasi publik menjadi perhatian besar masyarakat. Pada 2026, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mengalokasikan anggaran signifikan untuk sektor perhubungan agar tarif tetap terjangkau.

Subsidi terbesar diberikan kepada Transjakarta sebesar Rp3,75 triliun. Selanjutnya, MRT Jakarta memperoleh Rp536,70 miliar dan LRT Jakarta Rp325,28 miliar.

Pemerintah menilai subsidi ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat. Transportasi publik yang murah dan nyaman diharapkan mampu meningkatkan angka penggunaan angkutan massal secara konsisten.

Selain subsidi, Pemprov DKI Jakarta juga mendorong pengembangan kawasan berorientasi transit atau transit oriented development. Integrasi fisik antarmoda dan penyempurnaan sistem pembayaran terus dipercepat.

Ekspansi Layanan dan Modernisasi Angkutan Massal

Pengembangan angkutan massal di Jakarta berjalan beriringan dengan modernisasi layanan. LRT Jakarta telah beroperasi secara komersial pada rute Kelapa Gading–Velodrome Rawamangun sepanjang 5,8 kilometer sejak Desember 2019.

Pembangunan LRT Jakarta fase 1B Velodrome–Manggarai juga terus dikebut. Hingga 4 November 2025, progres konstruksi mencapai 77,9 persen dan ditargetkan mulai beroperasi pada Agustus 2026.

Perpanjangan jalur sepanjang 6,4 kilometer ini akan menghubungkan lima stasiun baru. Secara keseluruhan, jalur LRT Jakarta dari Pegangsaan Dua hingga Manggarai mencapai 12,2 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 26 menit.

Di sektor MRT, pembangunan fase 2A Bundaran HI–Kota sepanjang sekitar 5,8 kilometer juga terus berjalan. Proyek ini mencakup tujuh stasiun bawah tanah dan terbagi dalam dua segmen hingga 2029.

Integrasi Kawasan dan Inovasi Pembayaran

Pengembangan kawasan berbasis transit MRT Jakarta diposisikan sebagai investasi jangka panjang. Kawasan seperti Blok M, Setiabudi, hingga Kota Tua diarahkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis transportasi publik.

PT MRT Jakarta juga menyiapkan jembatan ikonik berbentuk cincin di Dukuh Atas. Jembatan ini dirancang untuk mengintegrasikan MRT, LRT Jabodebek, KRL Commuter Line, dan kereta bandara.

Di sisi lain, inovasi sistem pembayaran terus dikembangkan. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah meresmikan penggunaan QRIS tap sebagai metode pembayaran digital untuk layanan LRT Jakarta.

Transjakarta juga terus memperluas jangkauan layanan melalui Transjabodetabek. Rute-rute baru menghubungkan Jakarta dengan wilayah penyangga seperti Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, BSD, hingga PIK 2 dengan tarif Rp3.500.

Lonjakan Penumpang dan Isu Keselamatan

Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menunjukkan lonjakan signifikan pengguna transportasi publik sepanjang 2025. LRT Jakarta mencatat 1,1 juta penumpang pada Januari–Oktober 2025 dengan tingkat kepuasan mencapai 93,85 persen.

MRT Jakarta juga mencatat angka keterangkutan tinggi. Pada November 2025, jumlah pelanggan mencapai 4.173.621 orang dengan rata-rata lebih dari 139 ribu penumpang per hari.

Transjakarta menjadi moda dengan jumlah penumpang terbesar. Sepanjang Januari–Oktober 2025, layanan ini melayani lebih dari 339 juta penumpang dan ditargetkan menembus 400 juta hingga akhir tahun.

Namun, peningkatan layanan juga dibarengi tantangan keselamatan. Dalam satu bulan, tercatat tiga kecelakaan bus Transjakarta yang memicu sorotan publik terhadap standar operasional.

Menuju Sistem Transportasi Terpadu Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan bahwa setiap pengemudi Transjakarta wajib memiliki sertifikasi resmi. Selain itu, aspek keamanan juga menjadi perhatian akibat vandalisme dan kerusakan halte saat demonstrasi.

Ke depan, integrasi bertahap antara MRT, LRT, dan Transjakarta terus didorong. MRT diarahkan sebagai tulang punggung angkutan massal, LRT sebagai penghubung kawasan permukiman, dan Transjakarta sebagai jaringan pengumpan.

Manggarai diproyeksikan menjadi simpul integrasi utama dengan konsep pembayaran satu kali perjalanan. Tantangan akan selalu ada, namun transportasi publik kian menjadi fondasi penting Jakarta menuju kota yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing global.

Terkini